Melewati kawasan perkebunan di Kecamatan Puncu (Kab. Kediri)

Melewati kawasan perkebunan di Kecamatan Puncu (Kab. Kediri)

Senang sekali ketika aku mendengar informasi bahwa di akhir Bulan Februari 2012 akan diadakan event MTB Adventure dengan rute menjelajahi Gunung Kelud. Pendaftarannya yang relatif murah serta jaraknya yang tidak jauh dari Malang membuatku memberanikan diri untuk mengikuti kegiatan bersepeda dengan misi sosial ini. Tapi tunggu, aku tidak tahu Kediri itu seperti apa dan bagaimana cara mencapainya. Alhasil, ‘bondo nekat’-lah yang kujalani saat berangkat menuju Kediri saat itu.

Rombongan paling buncit.

Rombongan paling buncit.

Event yang bertajuk Jelajah Kelud Berbagi ini diadakan pada Minggu, 26 Februari 2012 di Kabupaten Kediri (Jawa Timur). Dengan mengambil start yang terletak di Polsek Puncu, peserta diberangkatkan pukul 07.05 WIB. Saya yang kebetulan berangkat bersama komunitas Albatros (Surabaya), baru tiba di garis start sekitar pukul 06.30 WIB. Sebetulnya rombongan kami tidak datang terlambat karena masih banyak goweser yang belum diberangkatkan oleh panitia. Tapi kebetulan sekali ada anggota Albatros yang ban depannya agak gundul, jadi langsung saja diganti di sekitar garis start. Alhasil, keberangkatan rombongan kami berada paling buncit dari keseluruhan peserta.

Syukurlah keberangkatan rombongan kami tidak sendiri. Ternyata rombongan dari komunitas Matadewa (Wlingi) juga berangkat paling buncit diantara peserta yang lain. Jadilah petualangan kali ini semakin mengasyikkan karena saya bisa bersepeda bersama orang-orang yang sudah saya kenal karakternya (sok tau :D)

Memasuki perkebunan di Puncu.

Memasuki perkebunan di Puncu.

Sekitar pukul 07.30 WIB, kami mulai meninggalkan Polsek Puncu dan mengarah menuju perkebunan yang ada di sekitarnya. Track yang ditawarkan di daerah ini adalah tanah berpasir vulkanik yang medannya agak menanjak di awal. Peserta di urutan terakhir yang berjumlah sekitar 20 orang terasa ramai sekali karena ketika memasuki perkebunan ini hanya ada aktivitas warga sekitar yang mengangkut rumput dengan motornya.

Crank Arm lepas?

Crank Arm lepas?

Perjalanan yang sedikit menanjak mungkin membuat dengkul menjadi bekerja ekstra. Ada yang lucu di awal petualangan ini. Crank arm salah seorang peserta dari Albatros sempat lepas dan menjadi bahan canda kawan yang lain.

Kok bisa sih Crank Arm lepas di tanjakan?

Itu adalah pertanyaan yang sering dilontarkan orang-orang di sekitar kami. Lucunya, malah sempat ada yang nyeletuk, “Kok enggak dengkulnya aja yang lepas?” :)) Gurauan seperti inilah yang menghangatkan suasana saat itu, dimana kebanyakan dari kami mengeluh bahwa telah ketinggalan acara.

Diskusi tentang fullsus.

Diskusi tentang fullsus.

Jalan tanjakan masih belum berakhir, ditambah situasi yang panas membuat kami semua agak lelah. Momen istirahat bersama di tengah perjalanan selalu menjadi momen yang tidak bisa lepas dari perkenalan bagi yang tidak saling kenal, dan pendekatan bagi yang sudah kenal. Ada sebuah momen unik dimana beberapa orang terlibat dalam diskusi agak serius selama waktu istirahat tersebut. Memang sudah selayaknya jika memiliki ilmu berlebih, maka harus dibagi kepada orang lain. Pak Yamek (baju putih) yang waktu itu membawa sepeda fullsus-nya terlibat diskusi mengenai seluk beluk suspensi belakang. Kebetulan ada seorang ahli yang entah siapa namanya waktu itu menggurui Pak Yamek dan beberapa orang yang lain. Pak Yamek pun mantuk-mantuk (mengangguk-angguk) mengetahui ilmu orang tersebut tentang fullsus 😀

Tanjakan maut.

Tanjakan maut.

Istirahat sudah selesai, saatnya melanjutkan perjalanan. Track sudah mulai bersahabat, ditandai dengan adanya jalan yang agak datar. Ternyata jalan datar ini adalah partai hiburan karena hanya sebentar dan ada lagi tanjakan yang lebih ekstrim, tentunya ‘menghibur’ otot kaki serta nafas bagi yang menikmatinya 😀

Banyak peserta yang percaya diri dalam menunggangi sepedanya ketika jalan datar malah turun dan menuntun sepedanya ketika melihat tanjakan ini. Hanya melihat saja sudah ada yang turun lho 😀

Lalu bagaimana dengan yang masih gowes? Saya sendiri masih percaya diri dalam menunggangi sepeda kok B-) Ketika lelah menghadapi tanjakan, semakin dekat bunyi lagu dangdut yang aku dengarkan sejak awal tanjakan tadi.

Masa ada lagu dangdut di tengah hutan seperti ini?

Eh ternyata lagu tersebut dihasilkan oleh music player yang dibawa oleh seorang peserta Jelajah Kelud Berbagi. Sambil berjoget ria, pria yang berumur sekitar 50 tahun tersebut berkata, “Ayo turun.. turun dari sepeda.. tanjakan masih jauh.. sayangi jantungmu” Saya yang kembali mengingat perkataan orang tersebut sambil menulis artikel ini masih tersenyum sendiri :))

Saya pun berhenti karena sejenak terhipnotis oleh perkataan bapak tersebut. Tapi ternyata di belakangku masih banyak juga yang semangat dalam melahap tanjakan maut ini.

Menuntun sambil tertawa lepas atau tetap gowes sambil melet-melet?

Menuntun sambil tertawa lepas atau tetap gowes sambil melet-melet?

Tak terasa, aku sudah berada di ujung tanjakan. Kini saatnya untuk menuruni bukit dengan kecepatan agak tinggi. Dengan jalur yang lebarnya sekitar 2 meter dan di ditepinya dihiasi jurang, turunan yang disediakan di track ini lumayan menantang. Selain itu, banyak sekali belokan yang pastinya lebih menantang bagi penikmat jalan turunan.

Turunan di kebun kopi.

Turunan di kebun kopi.

Di turunan ini, Anda akan menjumpai kebun kopi. Saya menyempatkan diri untuk beristirahat di pos yang berada di sekitar kebun ini bersama 3 orang anggota komunitas Matadewa (Roni, Ari, Dwi). Ketika menikmati suasana di sekitar kebun kopi ini, ternyata ada juga suara-suara dari tengah hutan yang menurut saya berasal dari kelompok primata setempat. Entah mereka merupakan primata jenis apa, yang pasti suara-suara tersebut sering saya dengar di televisi ketika menyajikan tayangan tentang primata.

Kira-kira 10 menit saya beristirahat di pos ini sambil bercanda ria dengan ketiga orang tersebut. Sambil bercanda, saya juga menyempatkan diri untuk memakan bekal yang disediakan oleh panitia. Di event ini, panitia membagikan snack berupa pisang rebus, kentang rebus, serta telur rebus. Semuanya dibungkus dengan 1 plastik kira-kira ukuran 1/2 kiloan. Dengan menu yang sesederhana itu, cukup lah untuk mengganjal perut yang setengah kelaparan ketika waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 09.30 WIB. Sebagai informasi, kentang rebus yang disediakan oleh panitia masih ada dan baru saya makan ketika menulis tulisan ini. Lumayan juga menjadi snack anak kos. Hehe 😀

Akhir dari jalan tanah menurun.

Akhir dari jalan tanah menurun.

Sensasi menikmati turunan tidak berhenti di belokan tajam dan pinggiran jurang saja. Ternyata ada banyak gundukan yang melintang di sepanjang jalan turunan. Entah gundukan alami atau dibuat dengan tujuan untuk melindungi saluran air, yang pasti asyik sekali ketika melintasinya dengan kecepatan tinggi. Saya yang waktu itu tidak memakai knee protector sempat was-was ketika menuruninya, syukurlah tidak ada masalah meski saya sempat lompat beberapa kali ketika melewati beberapa gundukan tersebut.

Setelah berada di bawah, kami semua menggerutu karena panitia tidak ada di persimpangan jalan yang kami lewati. Ada seorang peserta yang sepertinya mengenali track ini menyeletuk, “Sebetulnya kita salah jalur lho pak. Tadi ada jalan lurus dan belok kanan, kita malah belok kanan dan sampai disini.” Dalam hati saya tertawa kecil mengingat kebodohan waktu itu.

Gara-gara turunan berisi gundukan dan dinikmati beramai-ramai, jadilah kami keluar dari jalur yang ditetapkan panitia.

Cagar Alam Manggis Gadungan.

Cagar Alam Manggis Gadungan.

Pesta telah berakhir, kami pun pulang dengan agak kecewa karena harus turun menuju Kecamatan Pare melewati jalur aspal. Tapi bagiku tidak ada yang sia-sia karena di perjalanan tersebut kami melewati Cagar Alam Manggis Gadungan, dimana terdapat beberapa monyet yang sengaja dibiarkan hidup dan lestari disana. Selain itu, ternyata kawasan ini juga dijadikan tempat wisata bagi warga sekitar. Terbukti ada beberapa pedagang yang menjajakan makanan disana. Kami pun berhenti sekitar 15 menit untuk menikmati pemandangan sekitar dan makan makanan yang dijual oleh pedagang setempat.

Panggung hiburan mata, telinga, dan perut :D

Panggung hiburan mata, telinga, dan perut 😀

Sekitar pukul 11.15 WIB kami sampai di finish yang terletak Kecamatan Pare, tepatnya di Belakang Stadion Canda Birawa. Di sini kami beristirahat total sambil menikmati hidangan makan siang, menikmati musik dangdut, serta menunggu peserta lainnya yang mengikuti jalur resmi panitia.

Sebagai informasi, peserta yang mengikuti jalur panitia datang sekitar pukul 13.00 WIB. Setelah mereka datang, banyak yang bercerita bahwa jalur mereka lebih parah dari jalur yang kami lewati. Ada tanjakan yang lebih jauh setelah menikmati turunan tadi. Aku pun bersyukur karena bisa makan siang terlebih dahulu dan tentunya sudah agak fresh dibandingkan mereka yang masih kelelahan serta kehujanan.

Melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Pak Heru (anggota Albatros) yang sudah menyediakan penginapan bagi saya dan anggota Albatros yang lain. Selain itu, terima kasih pula kepada kru Superbike yang sudah menyempatkan waktunya untuk mengadakan event ini dan berbagi pengalaman bersama saya dalam menjelajahi Gunung Kelud. Semoga di kesempatan berikutnya lebih banyak lagi kru Gowes Jelajah yang berkesempatan untuk mengikuti acara serupa dan tentunya lebih banyak lagi orang (khususnya pesepeda) yang bisa saya kenal untuk kemudian diajak bertukar pendapat.

Sebagai penutup sekaligus permohonan maaf jika ada kesalahan penulisan cerita di atas, saya sertakan galeri foto hasil jepretan kamera saya selama’ MTB Adventure : Jelajah Kelud Berbagi’ berlangsung.

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya,
Salam gowes dan sukses untuk kita semua.