Gowes Jelajah Sirah Kencong (Wlingi, Blitar)

View di Track Gowes Sirah Kencong (Wlingi, Blitar)

View di Track Gowes Sirah Kencong (Wlingi, Blitar)

Pada hari Minggu (19/02) ada 13 orang goweser yang berangkat dari Kota Malang menuju Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Ada yang spesial dalam petualangan gowes di pagi itu. Rombongan Gowes Jelajah bukan hanya diisi oleh lelaki, melainkan ada juga tante Indri yang merupakan satu-satunya wanita dalam rombongan. Kami menempuh perjalanan dari Kota Malang menuju Blitar menggunakan truk dan menghabiskan waktu sekitar 100 menit.

Ternyata kehadiran beberapa anggota komunitas Gowes Jelajah sudah ditunggu oleh komunitas tuan rumah, Matadewa yang berbasis di Kecamatan Wlingi (Kab. Blitar). Selain komunitas Matadewa, ada juga komunitas Sunmor (Kota Blitar) yang bersama-sama menunggu kami di depan Toko Sepeda Metro.

Sesampainya di tempat bertemu, kami turun sejenak untuk bersalaman dan berkenalan dengan beberapa anggota dari komunitas Matadewa dan Sunmor. Setelah dirasa siap untuk melanjutkan perjalanan, kami pun beriringan menuju Perkebunan Kawisari yang terletak sekitar 11 km dari tempat pertemuan tadi. Kebetulan, Komunitas Matadewa dan Sunmor membawa kendaraan masing-masing berupa Truk dan mobil bak terbuka. Jadi, rombongan ini terlihat ramai sekali karena banyak kendaraan pengangkut yang dilibatkan.

Sesampainya di Pasar Semen (Kelurahan Semen), kami berhenti sejenak untuk membenahi tata letak sepeda yang kelihatannya bisa lebih efisien. Hal ini dilakukan karena komunitas Sunmor akan menumpang kendaraan kami dan menambah 5 sepeda. Tata letak sudah benar, kini truk berisi 18 sepeda beserta orangnya. Tidak disangka, ternyata ini adalah tata letak pengangkutan sepeda menggunakan truk yang paling hemat ruang. Buktinya, 18 sepeda bisa diangkut tanpa ditumpuk serta penumpangnya tidak kesulitan dalam bergerak.

Download di tengah jalan.

Download di tengah jalan.

Truk sudah berangkat, kini saatnya menuju titik gowes pertama yang terletak di Perkebunan Kawisari. Jalan yang dilalui adalah tanjakan makadam serta hanya mampu dilewati oleh 1 truk. Perjalanan kami pun melambat karena tidak bersahabatnya medan bagi kendaraan pengangkut. Musibah kami alami saat 500m menjelang gerbang Perkebunan Kawisari. Persneleng truk yang kami tumpangi patah, sehingga kendaraan tersebut tidak bisa bergerak kecuali mundur. Truk bisa bergerak mundur pun karena memanfaatkan gravitasi bumi yang selalu mengarah ke bawah. Alhasil, dari titik inilah kami gowes.

Tak apa bagiku yang sudah terbiasa uphill dan menganggapnya sebagai tantangan *sombong B-) Lalu bagaimana dengan peserta yang lain? Ternyata kebanyakan dari peserta Gowes Jelajah Sirah Kencong (19/02) punya naluri yang sama ketika menghadapi tanjakan makadam, MENUNTUN sepeda :)) Bagi yang kuat, ya digowes saja sampai puncak bahkan ada yang turun kembali dengan alasan tidak ada yang bisa diajak ngobrol di atas sana =))

Gerbang Perkebunan Kawisari

Gerbang Perkebunan Kawisari

Tak terasa, kami semua sudah berkumpul di Gerbang Perkebunan Kawisari. Peserta gowes yang terdiri dari 3 komunitas sudah akrab disini. Entahlah, sepeda selalu bisa mencairkan suasana. Orang yang awalnya tidak saling kenal, bisa tertawa bersama di momen ini. Orang yang awalnya terlihat jutek dan cenderung cemberut terus, ternyata konyol sekali gaya bercandanya. Ah, itulah manfaat bersepeda yang aku rasakan. Aku jadi bisa memahami karakter orang, bahwa mereka punya sisi lain dalam hidupnya 😀

Foto bersama di Gerbang Kawisari.

Foto bersama di Gerbang Kawisari.

Kalau sudah berkumpul begitu, sayang sekali untuk dilewatkan tanpa mengabadikan momen. Kami semua berbaris untuk berfoto bersama. Kapan lagi berfoto bersama goweser dari komunitas dan bahkan kota lain? Inilah saat yang tepat agar kenangan tertawa bersama saat itu tidak cepat pudar.

Sesi foto bersama sudah selesai, sekarang saatnya peserta untuk melanjutkan gowes menanjak bukit (uphill) yang jaraknya sekitar 4km hingga benar-benar mencapai turunan. Banyak dari peserta yang membawa sepeda jenis Freeride. Sepeda jenis ini memang tidak digunakan untuk menanjak bukit karena bobotnya yang berat. Demi menjaga persatuan dan kesatuan goweser, banyak yang memilih untuk menuntun bersama menghabiskan tanjakan di pagi itu.

Ada peserta dari Malang yang sempat kecewa padaku karena tanjakan yang ia hadapi seakan-akan tidak ada ujungnya. Beliau sampai ngambek dan bersumpah akan menumpang ojek jika ada yang lewat di sekitarnya. Padahal jalan yang dilalui sekarang sangat sepi dan jarang sekali ada sepeda motor yang lewat. Kalaupun ada yang lewat, pasti membawa muatan seperti rumput gajah.

Loading di tengah tanjakan.

Loading di tengah tanjakan.

Rejeki tidak kemana-mana. Di tengah perjalanan ada truk yang melintas. Bapak yang kecewa padaku tadi langsung girang dan mencegat truk tersebut seolah-olah akan merampoknya. Konyol sekali pengalaman di hari itu karena baru pertama kali ini aku melihat ada goweser menghentikan laju truk dan meminta tumpangan hingga bertemu ujung tanjakan =))

Hujan gerimis turun saat truk pergi meninggalkan goweser yang masih memilih untuk gowes hingga ujung tanjakan. Tanjakan makadam masih kami ‘nikmati’dengan suasana langit yang agak gelap karena awan hitam hampir mengisi penuh langit di atas kami.

Beberapa saat kemudian sampailah beberapa peserta uphill di pemukiman warga. Ternyata yang sudah sampai duluan memutuskan untuk berhenti di warung dan memesan kopi, teh, serta gorengan. Kami yang tadinya gowes menanjak bukit tentu tergiur dengan tawaran tersebut. Akhirnya, semua peserta gowes di pagi itu memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menikmati hidangan yang ada.

Gelapnya langit di Sirah Kencong ternyata membuat hujan turun. Kebetulan, waktu istirahat kami sudah cukup dan diputuskan untuk kembali mengayuh sepeda. Mengayuh sepeda sambil hujan-hujanan? Siapa takut? Justru ada kenikmatan tersendiri bagiku ketika gowes di desa sambil hujan-hujanan. Rasanya menambah semangat untuk menikmati perjalanan saat itu.

Waktunya menuruni bukit.

Waktunya menuruni bukit.

Oke, sekarang kita sudah sampai di ujung tanjakan. Kini adalah waktu bagi teman-teman yang suka menuruni bukit (downhill) untuk beraksi. Kondisi hujan membuat track menjadi basah dan otomatis semakin licin. Hal ini membuat tantangan tersendiri bagi mereka untuk menaklukkannya secepat mungkin. Sebelumnya tentu mereka memasang body protector untuk menghindari cedera parah jika terjatuh dari sepeda.

View saat turunan di Sirah Kencong.

View saat turunan di Sirah Kencong.

Perjalanan menuruni bukit di sekitar Sirah Kencong saat itu sangat panjang karena aku harus menemani Indri yang berusaha untuk hati-hati dalam menghadapinya. Otomatis, aku berada di belakang rombongan sebagai sweeper. Tak apalah, dari kesempatan ini aku bisa mengambil banyak gambar dari kameraku. Ada hikmah tersendiri yang syukurnya sudah bisa aku petik dan aku laksanakan saat itu.

Tak terasa, jalan turun tersebut mengantarkan kami semua menuju pemukiman warga setempat. Setelah beberapa saat melewati pemukiman tersebut, kami bertemu dengan aspal halus yang sekitarnya mulai dipadati oleh rumah penduduk, lebih padat dari pemukiman sebelumnya yang hanya memiliki jalan makadam.

Mandi di sungai.

Mandi di sungai.

Bertemu dengan sungai di jalan, beberapa peserta menghentikan sepeda dan turun serta menceburkan dirinya. Rupanya hujan saat itu tidak menyadarkan mereka akan dinginnya air sungai kecil yang berada di pinggir jalan tersebut. “Yang penting sepeda sudah bersih“, mungkin itu pikiran yang ada di benak mereka saat itu. Aku pun tertarik untuk membersihkan wajah serta sepedaku yang penuh lumpur ketika menuruni bukit di sekitar Sirah Kencong.

Makan siang di Balai Desa Semen.

Makan siang di Balai Desa Semen.

Sepeda sudah bersih, kini waktunya kami semua untuk menuju Balai Desa Semen untuk menikmati jamuan makan siang yang sudah disediakan oleh tuan rumah, komunitas Matadewa. Menu makan siang saat itu sangatlah istimewa. Menu prasmanan, lengkap, serta bergizi tepat sekali menjadi penutup petualangan bersepeda kami dalam menjelajah Perkebunan Sirah Kencong.

Melalui tulisan ini saya pribadi ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas sambutan serta jamuan dari kawan-kawan komunitas Matadewa. Sempat ada bisikan dari seorang anggota Gowes Jelajah kepadaku, “Ini nanti kalo mereka ke Malang, bagaimana cara membalasnya?“. Aku pun tersenyum dan memaklumi pertanyaan tersebut. Ternyata memang betul, jamuan makan di siang itu sangatlah istimewa.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam gowes dan sukses untuk kita semua.

← Previous Post

Next Post →

8 Comments

  1. keren tulisannya mas
    juga blognya…
    punyaku masih underconstruction terus hehehehe….

    • Hahaha. Terima kasih pak. Tulisan saya bukan yang terbaik, tapi cukup lah untuk mengekspresikan minat saya dalam bercerita 😀

      Terima kasih juga sudah mampir dan meluangkan waktu untuk baca tulisan saya yang panjang ini. Hehe

      Sukses untuk kita semua.

  2. mantep mas blognya….(SUNMOR Adv Blitar)

    • Hehehe, ternyata ada perwakilan komunitas Sunmor yang sudah meninggalkan jejak disini. Semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat bahwa kita pernah gowes bareng ya pak. Salam gowes 🙂

  3. doni pe er

    gak rugi kan jauh2 ke blitar?

  4. wis jyaaan…jooozz tenan
    kapan iso mrono yo…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *