Event survey track gowes Gunung Kawi yang masih dibalut suasana lebaran ini dilaksanakan pada 27 Agustus 2012. Saya yang berdomisili di Malang harus mengangkut sepeda menggunakan motor untuk menuju lokasi start yang berada di Dusun Tumpang Rejo. Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit (dari Kota Malang) untuk mencapai desa mas Imam yang merupakan tempat singgah saya di kaki Gunung Kawi.
Sekitar pukul 08.15 WIB kami memulai kegiatan jelajah kaki Gunung Kawi. Sebelumnya kami diangkut menggunakan mobil bak terbuka dari Pasar Tumpang Rejo hingga Keraton Gunung Kawi. Sebelum memasuki Keraton, kami disuguhi pemandangan berupa hutan lindung yang memiliki pepohonan berukuran besar. Sungguh teduh sekali berada disini bila dibandingkan berada di tengah kota yang dipenuhi gedung-gedung berukuran tinggi.
Untuk 1,2 km pertama jalur yang kami lewati adalah tanjakan tanah dan berbatu. Sebenarnya hingga kilometer ke-5 jalur kami masih berupa tanjakan tanah dan berbatu. Namun tidak semuanya berupa tanjakan karena ada pula turunan yang menjadi bonus.
Perjalanan dilanjutkan kembali setelah kami beristirahat agak lama untuk menikmati kopi, telur asin, dan bekal lainnya. Sekitar pukul 09.56 WIB kami masih berada di tengah kebun warga yang jaraknya jauh dari pemukiman. Terbukti, suara musik pengiring acara pernikahan warga setempat sayup terdengar di tempat kami sekarang berada. Single track dengan komposisi tanah berdebu yang dilewati ternyata mengantar kami menuju pemukiman warga yang berada di Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar.
Ada sebuah bangunan yang menjadi salah satu patokan kami dalam Gowes Jelajah Gunung Kawi, yakni Patung Macan yang merupakan hiasan dari tandon air warga setempat. Mereka (warga setempat) sangat kreatif dalam menghiasi bangunan yang biasanya terkesan tidak menarik untuk dilihat. Salut =D>
Ada sebuah fakta yang harus diketahui bersama. Ternyata Mas Imam dkk hanya mengetahui jalur dari Keraton menuju Patung Macan. Jalur yang akan kami lewati benar-benar baru dijelajahi bagi yang saat itu ikut dalam misi ini. Kami sudah menyadarinya dan pasti dibutuhkan sebuah petunjuk untuk mengantar kami menuju kebun teh yang saat itu jaraknya ternyata masih 11 km lagi (kami sedang berada di km 7, kebun teh ada di km 18). Peta ala kadarnya yang ditulis di balik kardus rokok menjadi petunjuk kami selain bertanya kepada warga sekitar. Sungguh usaha yang sederhana tapi mampu mengantar kami hingga menjelajah jalur ini.
Kami meninggalkan perkampungan dan kembali bertemu dengan single track perkebunan kopi. Ada sebuah sungai selebar 4 meter yang harus kami lewati di tengah perjalanan. Tak lama kemudian kami menikmati jalur tanjakan yang berada di tengah hutan. Banyak sekali warga pencari rumput yang kami tanyai di hutan. Kebanyakan dari mereka tidak tahu kemana jalur yang menjadi tujuan kami. Petunjuk yang diberikan sering berbeda ketika kami bertanya pada orang yang lain. Baiklah kami teguh untuk tetap menjelajah jalur tanjakan yang beberapa saat kemudian mengantar kami menuju tengah hutan.
Kami mengikuti jalur pencari rumput yang awalnya lebar hingga menjadi sempit dan bahkan hilang ditutup semak-semak berduri. Di titik inilah kami mengalami keraguan bahwa jalur yang kami lewati adalah benar / salah. Beberapa anggota diputuskan untuk jalan kaki terlebih dahulu untuk melihat medan yang ada di depan. Beberapa orang tersebut mengatakan bahwa tidak ada lagi jalur yang bisa dilewati menggunakan sepeda. Akhirnya kami berbalik arah menikmati jalur yang sama.
Setelah bertemu dengan warga di sekitar perkampungan, ternyata jalur yang kami lewati hingga titik berputar arah tadi adalah benar. Kami sedikit kecewa karena usaha untuk mencapai titik tadi sangatlah berat. Kami harus mengangkat sepeda untuk melewati pohon yang tumbang dan bahkan menahan sakit karena tertusuk duri dari semak-semak. Ya, kalo begitu next time harus kesana lagi untuk melewati jalur yang benar.
Matahari berada persis di atas kepala kami saat memasuki perkampungan. Saat itu cyclo computer saya menampilkan informasi bahwa kami semua masih berada di kilometer ke-13. Energi yang terkuras sempat membuat kami down ketika menyadari bahwa perjalanan masih panjang dan masih banyak jalur tanjakan di depan mata. Tak apa, inilah yang dinamakan perjuangan untuk menikmati ciptaan-Nya. Kami melanjutkan perjalanan dengan sisa tenaga yang masih ada.
Memasuki kebun teh, jalur yang kami lewati sudah agak bersahabat. Meskipun ada beberapa tanjakan ringan, kami masih menikmatinya karena saat itu langit sedang bersahabat untuk kegiatan outdoor yang mengeluarkan banyak keringat ini (baca : mendung). Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB ketika kami sedang berada di kebun teh. Jalur berkelok-kelok menyusuri punggungan bukit membuat kami dapat melihat kawan yang sedang berada di bukit seberang.
Saat kami menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 15.40 WIB dan masih berada di kebun teh, kami berdiskusi sejenak. Inisiatif diskusi diambil setelah bertanya-tanya dengan warga yang ditemui di tengah perjalanan dan berkata bahwa tujuan kami masih 7 kilometer lagi. Salah satu perkiraan logis, kami bisa mencapai titik tersebut pada saat matahari terbenam. Akhirnya, kawan-kawan memutuskan untuk segera menyusuri jalur turunan makadam yang mengantar kami menuju perkampungan yang berada di Ngadirenggo.
Setelah beberapa saat menikmati turunan makadam hingga Desa Sumberurip (Kel. Ngadirenggo), sampailah kami di jalur aspal mulus. Perjalanan dilanjutkan menuju jalur utama Malang – Blitar. Namun malang sekali nasib kami karena jalur yang diambil ternyata salah. Kami terlalu menikmati jalur turunan dan jika ingin mencapai meeting point harus nanjak melewati jalur yang sama. Akhirnya kendaraan penjemput yang sebelumnya diminta untuk menunggu di jalur utama Malang – Blitar mau tak mau harus menjemput kami yang saat itu sedang menunggu. Sekitar pukul 18.00 WIB kami dijemput kendaraan pengangkut dan bergegas menuju Tumpang Rejo kembali untuk beristirahat.
Menarik sekali pengalaman yang saya dapatkan dari perjalanan ini karena tidak ada satupun anggota yang mengeluh meski berulang kali salah jalur. Inilah yang dinamakan komitmen dan konsekuensi ketika memutuskan diri untuk mengikuti agenda survey jalur. Syukur masih diberi kesempatan untuk menikmati jalur sepeda Gunung Kawi – Wlingi. Semoga bisa mendapat kesempatan kembali untuk menjelajah jalur ini.
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam gowes dan sukses untuk kita semua.
Menyukai bersepeda dan jalan-jalan sambil motret. Kalau ingin dipandu berwisata, bersepeda, atau difotoin di sekitar Bromo dan Malang, kontak via WA aja ke +62852-8877-6565
Leave a Reply