Motret Landscape Saat Daylight

Motret Landscape Saat Daylight

Memotret pemandangan saat menjelang matahari terbenam atau terbit (golden hours / waktu emas) cenderung menjadi favorit para penggemar fotografi landscape. Jika hanya memiliki waktu di luar waktu emas, apa kita tidak bisa memotret pemandangan dengan baik? Berbekal pertanyaan itu, saya dan seorang teman dari komunitas fotografi sepakat untuk menyisipkan agenda memotret pemandangan saat matahari sudah mulai tinggi dari garis horizon.

Motret Landscape Saat Daylight

Motret Landscape Saat Daylight

Ceritanya, saat itu saya dan Fajar ingin mendokumentasikan beberapa pantai dalam 2 hari (Sabtu & Minggu). Target utama kami adalah mendokumentasikan Pantai Ngudel dan Pantai Nganteb saat sunset. Selain kedua pantai tersebut, ada juga Pantai Teluk Asmoro (yang akan ditulis segera) yang telah berhasil kami dokumentasikan saat sunrise. Untuk mengisi waktu luang menunggu momen matahari terbit di hari yang sama, kami sepakat untuk berkunjung ke warung langganan saya yang berada di jalur lingkar selatan Malang. Dari warung ini kami bisa langsung mengakses pantai karena lokasinya hanya sekitar 30 meter dari bibir pantai.




Memotret di pantai saat matahari sudah tinggi (daylight) ternyata cukup menyenangkan. Kondisi pantai yang akan mengalami pasang tinggi membuat batu karang terlihat cukup dominan. Ombak datang tidak terlalu tinggi sehingga cukup aman bagi kami memotret dekat dengan wilayah air. Selain itu datangnya ombak juga dapat saya siasati untuk diabadikan dengan teknik motion. Jika penasaran dengan teknik motion, bisa dibaca di tulisan saya yang berjudul “Teknik Motion Dalam Landscape Photography“. Tentu teknik motion bukanlah teknik yang baku untuk mengabadikan momen ini. Karena ingin mempelajari dan mengaplikasikan teknik motion lebih dalam, saya memilihnya saat itu.

Motret Landscape Saat Daylight

Motret Landscape Saat Daylight

Ada yang menarik perhatian saya di wilayah pantai. Sebatang kayu terombang ambing dan berpindah – pindah posisinya bergantung dari arah dan besarnya ombak. Dalam momen di atas saya menggunakan mode burst shot sehingga tidak hanya 1 frame yang saya hasilkan. Kebetulan momen di atas sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana interpretasi saya terhadap kayu tersebut saat pertama kali melihatnya terombang-ambing.

Batang kayu ini seakan pasrah dengan apapun kondisi yang dihadapinya. Ombak membawa batang kayu ke bagian manapun dari pantai. Kondisi susah senang, bahagia menderita, dll diwakilkan dengan interpretasi wilayah pantai yang menjadi tempat sementara bagi batang kayu. Ombak yang menerjang kayu ibarat berbagai peristiwa dalam hidup yang membawa setiap orang ke titik tertinggi dan pasti juga ke titik terendah dalam hidupnya. Karena setiap saat kayu bisa berada di bagian manapun dari pantai, saya berpikir bahwa manusia juga harus siap untuk berada di kondisi dan saat apapun dalam hidupnya.

Apa Anda juga menginterpretasikan hal yang sama? Bagikan saja pendapat Anda melalui form komentar yang ada di bawah.

Lewat beberapa foto di atas saya juga ingin menggambarkan bagaimana pengorbanan kami untuk mengabadikan momen datangnya ombak menghantam batu karang. Dalam beberapa foto di atas, kami menjadikan batu karang sebagai point of interest (POI). Jika Anda hanya beranggapan bahwa foto baik hanya bisa dihasilkan dari kamera yang mahal, itu anggapan yang kurang tepat. Kamera semahal apapun tidak dapat memilih POI apalagi bergerak sendiri mendekati POI. Justru proses kreativitas-lah yang paling mahal dari semua foto yang telah kita nikmati selama ini. Jadi, apapun kamera kita (entah HP, DSLR, mirrorless, atau yang lainnya) teruslah berproduksi dengan kreatif.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam njepret dan sukses untuk kita semua.