Pada tulisan ini aku akan berbagi cerita tentang pengalamanku dalam menjelajah Kintamani (Bali) menggunakan sepeda. Perjalanan yang dilaksanakan pada hari Minggu (05/02/12) tersebut hanya melibatkan diriku saja sehingga bisa dikatakan bahwa perjalanan ini adalah yang paling berani.
Selain sendirian, aku juga tidak tahu jalan dan terlebih aku tidak tahu bagaimana itu Kintamani dan mau apa aku disana. Bondo nekat, berangkat saja lah dari rumahku yang terletak di daerah Sibangkaja (Kec. Abiansemal, Kab. Badung). Waktu menunjukkan pukul 05.45 WITA dan sepertinya aku telat bangun pagi itu karena biasanya terbangun pukul 05.00 WITA. Sebangun tidur langsung mandi dan menyiapkan perlengkapan gowes untuk petualangan hari ini. Perlengkapan yang aku siapkan tidak lebih dan tidak kurang seperti : pompa ban, jas hujan, air minum, chain lube, toolkit, dan alat tambal ban darurat.
Setelah mandi dan menyiapkan perlengkapan, perut ini rasanya sedikit lapar. Karena setiap pagi ada orang yang berjualan bubur di depan rumah, jadi aku tinggal keluar pagar dan membeli serta memakannya untuk sarapan pagi itu. Menu bubur khas Bali (entah bubur apa namanya) tidak lengkap jika tanpa disertai kopi panas dan manis. Itu memang selera dan kebiasaanku yang memulai hari dengan segelas kopi beserta camilan (jika ada). Justru segelas kopi inilah yang menurutku selalu menciptakan inspirasi untuk melaksanakan kegiatan selama seharian.
Bubur dan kopi sudah habis, saatnya untuk berpamitan kepada saudara-saudaraku yang ada di sekitar rumah dan mengatakan pada mereka bahwa aku akan berangkat ke Kintamani. Mereka yang pada petualangan sebelumnya (baca, Gowes Jelajah Bali : Bedugul) sempat khawatir karena aku pulang malam menjadi sedikit lengang. Syukurlah ijin sudah didapat dari keluarga, sekarang waktunya untuk eksekusi petualangan.
Perjalanan dimulai sekitar pukul 07.30 WITA dan diawali dengan perjalananku menuju komplek persawahan di desa sebelah, Desa Sibanggede (Kec. Abiansemal, Kab. Badung). Track yang aku lewati masih alami karena merupakan pematang sawah yang dibuat agak lebar agar sepeda motor para petani bisa masuk ke persawahan. Track ini aku lewati atas rekomendasi saudara-saudaraku yang tahu bahwa track ini merupakan track favorit goweser setempat. Cyclo computer yang sudah dipasang di sepeda mencatat bahwa jarak pematang sawah sekaligus single track tersebut sekitar 3km.
Ada yang lucu dalam pengalamanku membelah komplek persawahan ini. Menjelang akhir perjalanan, aku melewati selokan yang ditanami jagung. Jagung ini sudah tinggi, tentu menghalangi penglihatanku terhadap sekitarnya. Aku semakin ragu dengan track ini karena setelah melewati sawah jagung tersebut hanya ada pematang sawah yang kecil. Alhasil, sepeda pun harus diangkat agar bisa melewatinya dengan tanpa terjatuh ke sawah yang berisi bayi tanaman padi.
Sepeda sudah diangkat, sekarang memasuki area tanah kosong yang ditumbuhi oleh tanaman liar semacam alang-alang. Beberapa meter dari kebun ini (sebut saja kebun meskipun sebenarnya tanah kosong) terlihat rumah, tepatnya dinding halaman belakang rumah. Senang sekali rasanya mengetahui bahwa tanah kosong ini sudah mendekati pemukiman warga, itu tanda bahwa aku tidak tersesat. Tapi tunggu, bagaimana aku bisa ke pemukiman warga jika halamannya dipagar beton? Kalau loncat, bagaimana dengan sepedaku? Sempat terpikir untuk menyeberangi sungai yang ada di sekitar tanah kosong tersebut karena ada pemukiman warga juga di seberangnya. Niat ini pupus karena tahu bahwa sungai tersebut dalam dan kelihatan tidak ada orang yang pernah menyeberanginya.
Bingung adalah yang kurasakan saat itu. Sepeda aku taruh di kebun dan aku berputar-putar mencari jalan keluarnya. Setelah berputar-putar dan sempat memikirkan beberapa ide gila, aku tertawa karena ternyata kebingunganku terbilang menghabiskan waktu. Sekitar 30 menit aku bingung mencari jalan keluar, ternyata ada pagar yang menghubungkan tanah kosong ini dengan pemukiman warga. Langsung saja ku ambil sepeda dan melewati pagar tersebut untuk kemudian segera menuju pemukiman warga.
Setelah gowes di pemukiman warga, aku sudah berada di jalan utama Mambal – Gianyar (tepatnya di depan Balai Adat Banjar Lambing). Syukurlah sudah berada di jalan utama, kini saatnya menggenjot pedal secepat mungkin agar bisa sampai di Gianyar. Setelah gowes beberapa menit, aku mulai memasuki Kabupaten Gianyar dan sepeda kuarahkan menuju Ubud serta Tampaksiring.
Pedal makin dipercepat putarannya karena aku melihat banyak sekali goweser yang lalu lalang di daerah Ubud. Lumayan lah untuk memanasi mereka agar mau balapan denganku (bukan bermaksud sombong 😀 ). Memasuki kawasan Tampaksiring yang terletak di daerah perbukitan, pastinya jalan mulai menanjak. Tapi rasanya tidak berat kok ketika gowes kesini karena tanjakannya tidak begitu tajam (lagi-lagi bukan bermaksud sombong :D).
Dalam perjalanan menuju Kintamani, banyak sekali truk pengangkut sepeda yang menyalipku. Ah, seandainya ada dari mereka yang berhenti dan menawariku untuk gowes bareng, aku pun akan senang untuk bergabung. Tapi sepertinya mereka tidak mengkehendaki orang asing, sudah nasibku untuk gowes sendiri ke Kintamani. Terlepas dari nasibku, ada banyak mobil yang lalu lalang dengan memasang stiker Emerald Cycling. Aku penasaran dengan nama komunitas ini, sebesar apa sih – kok banyak sekali mobil yang memasang stikernya. Setelah browsing, ternyata komunitas ini merupakan touring advisor di Bali yang berbasis di Ubud. Wah, lumayan menginspirasiku untuk membuat komunitas Gowes Jelajah menjadi seperti mereka (touring advisor, cycling organizer, dsb). Yah, semoga ideku bisa diterima oleh sesama anggota komunitas dan semoga bisa dilaksanakan bersama-sama. Hehe 🙂
Lupakan curhat, kita kembali ke cerita perjalanan gowes menuju Kintamani, Bali. Tak terasa, sekitar pukul 10.20 WITA aku sudah memasuki Desa Basangambu yang terletak di Kecamatan Tampaksiring (Kab. Gianyar). Di Desa ini perutku mulai lapar karena seharian belum menyentuh nasi. Aku putuskan untuk istirahat sejenak di sebuah warung dan mengambil beberapa bungkus roti sebagai pengganjal perut.
Perut sudah kenyang, waktunya melanjutkan perjalanan menuju Kintamani. Di sepanjang perjalanan menuju Kintamani, tepatnya sebelum daerah Susut, aku melihat banyak sekali tempat yang menawarkan Coffee Break. Banyak dari mereka juga menawarkan agrowisata kebun kopi beserta beberapa tanaman buah yang lain seperti jeruk. Bagi kawan-kawan yang mau berkunjung ke Kintamani, bisa mampir terlebih dulu ke tempat wisata ini karena menurut informasi yang saya dapat – Kopi Kintamani termasuk kopi yang banyak dicari para pecinta kopi.
Petualangan gowes kali ini terasa berat karena matahari sangat terik dan tidak ada teman untuk mengobrol di perjalanan. Di tengah perjalanan yang agak membosankan tersebut, tepatnya di Museum Sukarno (Tampaksiring) aku dihibur oleh musik tradisional (gamelan) Bali yang digelar untuk mengiringi rombongan adat. Sebagai informasi, hampir setiap acara adat di Bali (terutama iring-iringan warga di jalan), selalu ada musik gamelan Bali (Baleganjur) yang bisa meramaikan suasana. Musik inilah yang sebetulnya menjadi daya tarik utama ketika rombongan tersebut lewat. Dengan kerasnya suara yang dihasilkan oleh gamelan tersebut, otomatis akan mengalihkan perhatian orang-orang ke rombongan yang sedang lewat di sekitar mereka.
Perjalanan dilanjutkan kembali menuju Kintamani. Selain karena matahari terik dan dilewati sendirian, perjalanan semakin berat karena tanjakan di daerah ini lumayan ‘mematikan’. Elevasinya cukup tinggi dan bervariasi dari 20 derajat hingga 50 derajat. Kaki yang cukup lelah memutar pedal sekitar 5 jam semakin menjadi-jadi lelahnya. Tapi syukurlah sekitar pukul 12.15 WITA aku sampai di Kawasan Wisata Batur. Di kawasan ini Anda bisa melihat Gunung Batur dan Danau Batur yang terletak bersebelahan. Anda bisa melihatnya karena lokasi tersebut berada tepat di atas Danau Batur dan kurang lebih sejajar dengan Gunung Batur. Sebagai gambaran, foto pertama (gambar paling pertama) dalam tulisan ini merupakan gambar yang saya ambil dari kawasan tersebut.
Tak lengkap rasanya jika mengunjungi sebuah tempat (apalagi dengan bersepeda) tanpa meninggalkan jejak. Berikut ini saya sertakan foto ketika berada di Kawasan Wisata Batur.
Cukup sekian pengalaman menjelajah Bali yang bisa aku bagikan kepada kawan-kawan. Ada satu pelajaran yang bisa saya dapat pada petualangan kali ini,
Jika kita memiliki inisiatif yang kuat, apapun halangan yang menghadang pasti bisa dilewati.
Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kita semua untuk melakukan hal positif. Sebagai hadiah karena telah membaca tulisan saya sampai habis (maaf terlalu banyak cerita), saya sertakan pula galeri foto selama melakukan Gowes Jelajah Batur. Silahkan melihat foto-foto yang ada di dalamnya.
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Sukses untuk kita semua.
Menyukai bersepeda dan jalan-jalan sambil motret. Kalau ingin dipandu berwisata, bersepeda, atau difotoin di sekitar Bromo dan Malang, kontak via WA aja ke +62852-8877-6565
Leave a Reply