Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sudah dikenal dunia akan keindahannya. Tidak banyak yang tahu bahwa di Bromo juga banyak jalur yang bisa dilewati dengan sepeda. Indah dan menantang adalah 2 kata paling tepat untuk mewakili kondisi jalur sepeda di sekitar Bromo.

Supaya lebih mudah dalam membaca tulisan ini, sudah kubagi ke dalam beberapa bagian.

  1. Mengenang Sahabat
  2. Gowes di Bromo
  3. Gowes di Jalur 5CM
  4. Gowes Menuju Kawah Bromo
  5. Sunrise-an di Bukit Dingklik
  6. Gowes di Jalur Bukit Bulu
  7. Gowes di Jalur Jemplang
  8. Gara-gara ELF Masuk Lautan Pasir

Mengenang Sahabat

Pada 27 Mei 2024 timku kedatangan tamu asing dari Inggris. Ini bukan kali pertama aku mengantarnya. Mr Lawrence pernah kuantar gowes di Bromo tahun 2015. Waktu itu ia datang berdua dengan sahabatnya yang bernama Mr Loon.

Mereka berdua punya pemikiran bahwa selama hidup harus melakukan hal-hal yang membahagiakan. Salah satunya dengan gowes di Bromo.

Sesuai ekspektasi, ternyata gowes di Bromo membuat mereka bahagia. Sempat ada obrolan, siapa yg masih hidup harus datang ke pemakaman sahabatnya. Dia harus memberi kabar pada keluarga sahabatnya. Bahwa keluarga tidak perlu terlalu sedih karena almarhum bahagia selama hidupnya.

Mr Lawrence (kiri) dan Mr Loon
Mr Lawrence (kiri) dan Mr Loon

Umur tidak ada yang tahu. Ternyata Mr Loon meninggal karena kecelakaan, 1 tahun setelah gowes di Bromo. Mr Lawrence datang ke pemakamannya. Dia menepati janji dengan menyampaikan agar keluarga almarhum tidak sedih.

Gowes di Bromo

Setelah 9 tahun, Mr Lawrence kembali lagi ke Bromo. Kali ini ia datang bersama Mr Andy, sahabat lainnya yang juga sahabat Mr Loon. Ternyata mereka bertiga merupakan teman kuliah. Yang bikin keren, Mr Lawrence juga mengajak Mr Andy sama seperti tahun 2015 mengajak Mr Loon. Bahwa mereka harus melakukan hal-hal yang membahagiakan selama hidupnya.

Mr Andy (kanan)
Mr Andy (kanan)

Rencana ini sepertinya mendadak. Mereka baru menghubungiku sekitar 2 minggu sebelum datang. Untungnya mereka memilih hari kerja dan bukan pada masa libur sekolah. Jadinya seluruh komponen pendukung trip masih available.

Gowes di Jalur 5CM

Hari pertama jadwal penerbangan mereka dari Jakarta mundur 2 jam. Mereka tiba larut malam di hotel. Pastinya mereka lelah. Kuberi waktu lebih untuk istirahat di hotel. Jadinya tidak kuajak melihat sunrise pada hari kedua.

Berangkat dari hotel jam 9.30 dan tiba di Pananjakan View Point jam 10 pagi. Sayang pemandangan kaldera Bromo tidak tampak karena tertutup kabut. Mereka bisa menerimanya dan berjanji besok harus datang lebih pagi untuk melihat pemandangan Bromo dari atas.

Kondisi Jalur 5CM
Kondisi Jalur 5CM

Hari kedua kuajak mereka gowes di 5CM. Jalur 5cm sedang dalam kondisi terbaik. Vegetasi di sekitar jalur masih hijau meski ada beberapa yang menguning. Jalurnya berdebu tipis. Berbeda dengan kondisinya ketika musim hujan yang cenderung licin. Setelah 10 tahun mengenal jalur 5cm, kondisi ini memang selalu terjadi di sekitar bulan April – Mei.

Kaldera Tertutup Kabut
Kaldera Tertutup Kabut

Seperti kondisi di Pananjakan, kabut / awan putih menutup tebing di sebelah barat dan selatan jalur. Kami tidak bisa melihat ke arah kaldera Bromo. Namun kami masih bisa melihat ke arah timur dan utara. Pemandangan indah disajikan 360 derajat, tidak hanya ke arah kaldera. Inilah yang membuat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru begitu spesial.

Bunga Liar di Jalur 5CM
Bunga Liar di Jalur 5CM

Setelah 2 jam gowes, kami putuskan untuk berhenti di sebuah warung. Ini warung pertama yang kami temui. Teh dan kopi panas sangat nikmat setelah 2 jam gowes membelah perkebunan sayur.

Memasuki Pemukiman
Memasuki Pemukiman

Ada kejadian lucu. Kursi plastik yang diduduki Mr Lawrence terbelah. Dia sampai harus dibantu berdiri karena posisinya terjebak diantara kursi pecah dan barang di etalase. Mungkin kalau mereka datang lagi akan kubahas tentang kursi plastik yang pecah. Hehehe

Kursi Mr Lawrence terbelah
Kursi Mr Lawrence terbelah

Tak banyak halangan berarti di jalur 5cm yang berjarak 17km. Kami bertiga berhasil melewatinya dalam 3 jam. Finish di warung untuk makan siang dan lanjutkan perjalanan menggunakan mobil menuju Lautan Pasir.

Gowes menuju Kawah Bromo

Sekitar 1 jam naik mobil dari Sukapura, kami sampai di Lautan Pasir Bromo. Mr Lawrence pernah mencapai kawah bersama Mr Loon. Kali ini ia ingin mengenang perjalanan itu bersama Mr Andy.

Mr Loon (kiri) dan Mr Lawrence
Mr Loon (kiri) dan Mr Lawrence

Pasir Bromo begitu kering di bulan Mei. Sebenarnya tidak dianjurkan bawa sepeda ke arah kawah pada musim kemarau (Mei – Oktober). Begitu berat saat dikayuh. Saat turunan pun akan menimbulkan debu yang mengganggu orang lain di sekitar kita.

Gowes Nanjak ke Kawah Bromo
Gowes Nanjak ke Kawah Bromo

Kami gowes dari toilet dan sampai di kawah sekitar 40 menit. Sesekali ada bagian yang mengharuskan kami mendorong sepeda. Pasir gembur di tanjakan membuat sepeda kami berhenti. Kalau belum pernah ke Bromo, bayangkan saja bersepeda di pasir pantai yang gembur. Sensasinya hampir sama.

Sampai di Kawah Bromo
Sampai di Kawah Bromo

Sesuai aturan setempat, dilarang bawa sepeda ke kawah. Aku mempersilakan mereka mendaki anak tangga. Sementara aku di bawah menunggu 3 sepeda.

Sayang momen menuruni jalanan berpasir tidak dapat kuabadikan dengan drone. HP-ku ketinggalan di mobil. Sempat kupinjam HP Mr Lawrence untuk install aplikasi DJI Fly. Ternyata harus login agar aku bisa menerbangkan drone lebih dari radius 50 meter dari remote. Gagal estetik!

Petualangan hari pertama kami berakhir. Kami kembali ke hotel dengan mobil. Ada cerita menegangkan soal mobil kami. Lanjutkan baca jurnal ini sampai habis supaya tau ceritanya..

Sunrise-an di Bukit Dingklik

Hari ketiga kami dimulai jam 4.30 pagi. Normalnya untuk melihat sunrise harus dimulai paling lambat jam 3 pagi. Kalaupun harus ke titik tertinggi (Pananjakan), disarankan mulai jam 2.30 agar tidak terjebak kemacetan. Karena harus menghemat energi, kuputuskan sunrise-an di Bukit Dingklik, bukan di Pananjakan.

Sunrise-an di Bukit Dingklik
Sunrise-an di Bukit Dingklik

Jam 5.30 tiba di Bukit Dingklik. Kami bisa melihat lautan awan menutup kaldera. Menyisakan bagian atas Gunung Bromo dan Gunung Batok. Kehangatan mentari pagi membuat Gunung Batok berwarna keemasan.

Mr Lawrence dan Mr Andy jadi terkesima dengan pemandangan ini. Mr Lawrence sampai mengeluarkan DSLR dari tasnya. Padahal kemarin tidak sedetik pun kulihat kamera di tangannya.

Setelah 1 jam, kami masuk warung Mak Iwa. Masing-masing dari kami memesan segelas kopi tanpa gula. Ditemani sebungkus biskuit, disinilah kudengar cerita tentang janji Mr Lawrence kepada Mr Loon saat menghadiri pemakamannya.

Mak Iwa (kanan)
Mak Iwa (kanan)

Obrolan begitu sentimental sampai kami semua menambah 1 gelas kopi. Mr Andy juga minta ijin untuk memotret Mak Iwa. Padahal kemarin ia tidak sedikitpun memotret orang lokal yang ditemuinya. Sepertinya warung Mak Iwa memiliki kekuatan magis untuk mendekatkan satu sama lain.

Gowes di Jalur Bukit Bulu

Kami gowes dari Dingklik sampai Lautan Pasir. Di Lautan Pasir sudah ada pickup yang menunggu kami. Kami gunakan pickup untuk melewati pasir yang gembur sekalian memotong durasi nanjak menuju Jemplang.

Soto Bu Elisa
Soto Bu Elisa

Di Jemplang kami mampir di Warung Bu Elisa. Disana ada soto ayam favoritku. Tak boleh kami lewatkan sarapan disini karena hanya Warung Bu Elisa yang menjual soto di Bromo bagian selatan.

Sekitar jam 9.30 kami mulai petualangan gowes yang sebenarnya. Memasuki jalan setapak, banyak pohon tumbang. Panjangnya hanya sekitar 100 meter. Tapi seingatku ada sekitar 7 pohon yang harus kami lewati celah di bawahnya.

View Bukit Bulu
View Bukit Bulu

Mr Andy yang berbadan kekar sedikit kesulitan menurunkan badannya. Selain itu, orang Eropa kurang terbiasa dengan posisi jongkok. Membuatnya terlihat seperti sangat tersiksa saat mendorong sepeda sambil merunduk di bawah pohon tumbang.

Setelah melewati kanopi dan pepohonan tumbang, kami disuguhi pemandangan sabana hijau yang menguning. Kami bisa bebas melihat pemandangan 360 derajat karena berdiri di puncak Bukit Bulu yang lebih tinggi dari sekitarnya. Begitu indah!

@anomharya Welcome to mountain biking paradise #bromotenggersemeru #gowes #mountainbiking #malanghits ♬ original sound – Gerald Laagan

Dari Bukit Bulu kuterbangkan drone sejauh 1 km. Kurekam mereka berdua saat gowes membelah sabana. Gumpalan awan yang bergerak searah membuat video ini terlihat dramatis. Kalau tak ada awan, kurasa indahnya lembah di Jemplang tak akan seindah dalam video di atas.

Hampir 1 jam kami gowes melintasi sabana sepanjang 5km. Durasinya cukup lama karena banyak rintangan berupa pohon tumbang di dalamnya. Sampai di Lembah Watangan (lebih dikenal sebagai Bukit Teletubbies), kami lanjut gowes nanjak ke arah Jemplang.

Rehat di Watu Gede
Rehat di Watu Gede

Nanjak sebentar, kami mampir istirahat di Watu Gede. Sekitar 5 tahun belakangan, Watu Gede jadi lokasi populer untuk istirahat. Mulai banyak orang sekitar yang membuka warung disana. Sebelum pandemi hanya ada warung berjalan berupa mobil bak terbuka (pickup). Kini bahkan kami bisa minum es kelapa muda sambil menikmati hijaunya Lembah Watangan. Sungguh momen yang tak boleh dilewatkan.

Gowes di Jalur Jemplang

Untuk menuju Jemplang, kami harus nanjak sejauh 3km dengan perbedaan elevasi 200 meter. Biasanya kami angkut dengan mobil. Namun karena ada suatu hal, kami tidak bisa melakukannya. Silakan baca tulisan ini sampai akhir untuk tahu alasannya.

Nanjak di Jemplang
Nanjak di Jemplang

Sampai di Jemplang, kami hanya duduk 5 menit sambil menata nafas. Ada rasa puas setelah gowes nanjak. Hal yang tidak didapatkan ketika memilih diangkut mobil.

Jalur Jemplang bisa dijadikan sebagai loop. Artinya start dan finish berada di titik yang sama. Namun karena sudah kemarau tidak kusarankan gowes di jalur Bromo Klasik (jalur Jemplang loop).

View di Puncak Tanjakan
View di Puncak Tanjakan

Sekitar 2 kilometer pertama, jalur yang kami lewati naik dan turun. Jalurnya berupa bebatuan yang ditanam rapi. Sesekali ada bebatuan yang lebih menonjol. Tanjakan yang cukup teknikal menurutku.

Di puncak tanjakan sudah ada pemandangan kaldera yang menyambut kami. Mampu mencapai puncak saja sudah puas. Apalagi kalau disajikan pemandangan indah. Rasa puasnya dobel!

Mirip Sirkuit Tamiya
Mirip Sirkuit Tamiya

Jalur Jemplang menyajikan turunan yang mirip sirkuit tamiya. Ada tebing di kiri dan kanan jalur. Bahkan ada beberapa tebing yang berfungsi sebagai berm. Kondisi tersebut sangat berkesan bagi Mr Lawrence dan beberapa tamu lain yang pernah kuantar.

Lembah Hijau Kekuningan
Lembah Hijau Kekuningan

Gowes di jalur Jemplang seperti candu. Ketika kaki harus mengayuh pedal di atas pasir gembur, mata disajikan pemandangan lembah hijau. Ditambah dengan suhu lingkungan yang berkisar 22 derajat celcius pada siang hari, membuat tubuh tidak mudah merasa lelah.

Kulihat jam menunjukkan pukul 14.00. Kami sudah sekitar 90 menit berada di jalur Jemplang. Mobil kami menunggu di Desa Kandangan sejak jam 11. Soto yang kami makan jam 9 pagi mungkin sudah terbakar habis di tanjakan menuju Jemplang.

Rawon Iga
Rawon Iga

Dengan total 2 jam, kami berhasil mencapai lokasi mobil penjemput. Karena perut sudah lapar, saatnya makan sesuatu yang lezat dan penuh lemak. Rawon Iga mungkin dapat mengembalikan energi sebelum kami lewati potongan jalur terakhir, Tutur Welang.

Gara-gara ELF Masuk Lautan Pasir

Akan kuceritakan bagian paling berkesan dalam trip ini. Mungkin Mr Lawrence dan Mr Andy tidak mengetahuinya detail. Tak kubiarkan mereka pusing mencari solusi. Toh itulah gunanya menggunakan jasa timku.

Sekitar 1 minggu sebelum mereka datang, ada sekitar 22 minibus masuk ke Lautan Pasir Gunung Bromo. Hal ini dilarang oleh aturan setempat. Wisatawan harus menggunakan jip setempat untuk melakukan tur.

Entah siapa yang merekam, videonya jadi viral. Pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mendapat sentimen negatif. Netizen menuduh petugas menerima suap atas kejadian tersebut.

Double Cabin
Double Cabin

Double cabin yang kami gunakan terlalu menarik perhatian. Akibatnya mobil yang kami gunakan untuk mengangkut sepeda dilarang masuk wilayah taman nasional. Pak Indang (Kepala Resor Wonokitri) mencegah adanya asumsi negatif bahwa hanya orang kaya yang boleh membawa mobilnya sampai ke Lautan Pasir.

Informasi tersebut kudapat beberapa jam sebelum kami melakukan sunrise tour. Akibatnya jam 4 pagi aku harus keliling Desa Tosari. Beruntung setiap dini hari banyak mobil bak terbuka yang membawa sayur ke pasar setempat. Aku dapat kenalan baru berkat kejadian ini : mas Hendri dari Baledono.

Diangkut Bersama Sayuran
Diangkut Bersama Sayuran

Mobil mas Hendri pun dipantau. Tidak boleh turun melewati Bukit Dingklik. Ada opsi untuk mengayuh sepeda full dari Dingklik hingga Jemplang. Namun gowes di Lautan Pasir pada Mei – Oktober adalah pemborosan energi dan waktu. Pasirnya terlalu gembur (seperti yang sudah kusampaikan tadi).

Beruntung ada kenalan lama yang dapat kumintai bantuan. Pak Moko menjemput kami di Bukit Widodaren. Tepat setelah kami melewati turunan curam dari Dingklik hingga ke Lautan Pasir.

Diangkut mobil saja butuh waktu sekitar 30 menit. Mungkin bisa kami habiskan 3 jam gowes di atas pasir dari Widodaren sampai Jemplang. Bukan cara yang bijak untuk menghabiskan tenaga dan waktu.

Terima kasih atas kunjungan Mr Lawrence & Mr Andy ke Bromo. Semoga potensi wisata Bromo terutama pamornya sebagai bike park makin mendunia.

Jika Anda juga tertarik untuk menjelajah serta menikmati keindahan Bromo dan sekitarnya, dengan senang hati kami bantu. Silakan kirim email ke anomharyawicaksana@gmail.com.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam gowes dan sukses untuk kita semua.