Pada umumnya gowes di singletrack sangat menantang dan mengasyikkan. Banyak hal baru yang dapat dipelajari sambil gowes mulai dari ilmu menunggangi sepeda, keanekaragaman hayati, dan bahkan ilmu sosial (terutama kesetia-kawanan). Tidak sedikit para pecinta kegiatan alam non bersepeda yang kini jatuh cinta dengan kegiatan bersepeda di alam. Banyak dari mereka yang berpendapat bahwa dengan bersepeda – mereka bisa mendapat beberapa manfaat lebih apabila dibandingkan dengan beberapa kegiatan lainnya di alam bebas.
Ada satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari para pecinta alam yakni berkemah. Dengan berkemah akan membuat kita menjadi semakin dekat dengan alam. Ada seorang teman saya yang berpendapat bahwa tidur di hotel sejuta bintang (kemah) akan lebih berkesan daripada tidur di hotel bintang lima. Apa Anda sepakat dengan pendapat tersebut? Kami berenam yang pada 8 – 9 November ’14 lalu sependapat dan merealisasikannya dengan mengadakan MTB Survival Series 2.
Coban Rondo dipilih sebagai lokasi ‘MTB Survival Series 2’ setelah sebelumnya jalur Tunggangan yang dipilih menjadi lokasi ‘MTB Survival Series 1’. Coban Rondo kami pilih sekitar 1 bulan sebelum hari-H karena lokasinya yang dekat dengan Kota Malang. Selain itu lokasi berkemah yang tidak begitu jauh dari titik unloading membuat kami bahkan tidak perlu susah payah untuk mencapainya. Semua ini berkat kesalahan informasi intelijen (sok banget pake intel segala 😀 ) dan gelapnya jalur kendaraan yang mengangkut kami menuju titik unloading. Alhasil kurang dari 5 menit melewati turunan, sampailah kami di campsite.
Saat tiba di campsite dan melihat jam tangan, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 23.45 WIB. Kami harus segera membangun sarana peristirahatan agar mendapatkan jatah istirahat optimal. Sarana yang kami bangun tidak ribet karena memang direncanakan untuk membawa logistik seminimal dan seringan mungkin sehingga tidak mengganggu gerakan ketika bersepeda melewati singletrack. Tak terasa sekitar 30 menit kami habiskan untuk mendirikan sarana peristirahatan. Inilah waktunya api unggun untuk beraksi menghangatkan suasana sambil ditemani segelas kopi dan bahan obrolan asyik. Tak terasa jika kami sedang ngobrol dan tertawa terbahak-bahak di tengah hutan pinus. Sungguh momen yang mengesankan bagi saya 🙂
Waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 WIB dan kami ‘tumbang’ satu persatu…
Dalam acara ini peserta tidak diwajibkan untuk menggunakan tenda sebagai tempat istirahat. Yang penting nyaman dan membuat istirahat menjadi optimal. Perlu diketahui, tenda yang kami bawa berjenis untuk 1 – 2 orang. Jika tidak memiliki tenda yang berbobot ringan, gunakan saja outer dari tenda dome dan gunakan footprint sebagai alasnya. Tentu angin akan dengan mudah masuk ke dalam tenda melalui sela-sela antara outer dan footprint. Untuk itu sleeping bag juga sangat diperlukan untuk menjaga suhu tubuh agar tetap hangat. Sebagai informasi, saya yang hanya tidur di bawah flysheet, berselimutkan sleeping bag, dan beralaskan matras sudah mendapatkan istirahat yang cukup optimal. Mungkin istirahat yang optimal dengan perlengkapan sederhana juga didukung oleh kondisi Coban Rondo (sekitar 1100mdpl) yang tidak bersuhu terlalu rendah (dingin).
Matahari sudah terbit, sarapan, bongkar tenda, dan kami pun mulai menjelajahi ‘The Forgotten Trail‘
Hampir 1 tahun tidak menjelajah singletrack Coban Rondo, kami jatuh cinta kembali dengan singletrack ini. Saat sedang asyik menikmati turunan, sempat terbersit julukan baru untuk singletrack Coban Rondo sebagai ‘The Forgotten Trail‘ (Jalur yang Terlupakan). Ada alasan mengapa kami tidak menyambangi jalur ini dalam waktu lama. Terakhir saya menyambanginya sekitar awal tahun 2014, jalur ini banyak menyisakan jejak ban motor trail yang cukup dalam dan lebar. Karena dirasa kurang asyik dan berbahaya, akhirnya kami memilih jalur lainnya meski berjarak lebih jauh bila dibandingkan dengan jarak Kota Malang – Coban Rondo.
Kini jalur Coban Rondo – Gua Jepang sangat asyik untuk dilewati. Setelah diguyur hujan semalam dan beberapa kali hujan secara acak dalam sepekan terakhir, debu yang menutupi tanah menjadi padat dan hanya sedikit berterbangan saat kami lewati. Tidak ada lagi jejak ban motor trail yang menggerus tanah hingga kedalaman lebih dari 20cm. Seperti mantan pacar kita yang kembali hadir dengan penampilan yang lebih ‘wow’ dari sebelumnya, itulah yang saya rasakan ketika menikmati singletrack Coban Rondo. Saya secara pribadi sangat merekomendasikan jalur Coban Rondo – Gua Jepang untuk kembali dijelajahi sebelum kembali hancur oleh orang-orang yang mengaku-aku sebagai pecinta tantangan.
Sebagai tambahan, saya sertakan pula informasi mengenai perlengkapan yang kami bawa saat MTB Survival Series 2 : Coban Rondo. Jika om / tante ada masukan soal koreksi / tambahan perlengkapan silakan disampaikan lewat komentar.
Perlengkapan & logistik wajib bike camp
- Headlamp / senter
- Sleeping Bag
- Flysheet
- Matras / Sleeping Pad / Footprint
- Kompor & alat masak
- Alat makan & minum
- Bahan makanan & minuman
- Pisau
- Tisu basah
Perlengkapan tambahan bike camp
- Tenda kapasitas 1 – 2 orang
- Kayu bakar (dapat dicari di sekitar campsite)
Foto lain dalam MTB Survival Series 2 : Coban Rondo dapat dinikmati di album Flickr saya : MTB Survival Series 2 – Coban Rondo.
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam gowes dan sukses untuk kita semua.
Menyukai bersepeda dan jalan-jalan sambil motret. Kalau ingin dipandu berwisata, bersepeda, atau difotoin di sekitar Bromo dan Malang, kontak via WA aja ke +62852-8877-6565
farida
undangan adventure raindo seri 1 mojokerto
Hermawan Widiarto
Makasih mas Anom, Hari Sabtu 26/12/2015 diajak ketemuan sama Mantan pacarnya, the Forgotten Trail…
Memang tracknya asyik untuk dijelajahi.
Salam dari kami di Balikpapan:)
Anom Harya
Halo om Hermawan! Terima kasih kembali om. Semoga enggak kapok gowes di Balikpapan. Sukses dan kompak selalu untuk Total Cycling Community. Foto & video akan saya kirim ke Balikpapan segera om.