Coban Tarzan berada di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Lokasinya tidak jauh dari Coban Jahe. Akses masuknya pun seakan ‘numpang’ dari nama Coban Jahe.

Dibanding Coban Tarzan, mungkin sebagian orang lebih mengenal Kopi Keceh. Tempat ini sempat viral pada tahun 2022-an. Konsepnya ngopi dan makan di meja kursi yang ada di aliran sungai. Nah, lokasi parkir dan akses masuk Coban Tarzan jadi satu dengan Kopi Keceh.

Kopi Keceh di Tumpang Malang
Kopi Keceh di Tumpang Malang

Tiket masuk Coban Tarzan Rp 5000 per orang. Tarif parkir motor Rp 5000 sedangkan parkir mobil Rp 10000. Biaya tersebut juga termasuk biaya untuk nongkrong di Kopi Keceh.

Kalau hari libur, Kopi Keceh sudah buka sejak pukul 6 pagi. Kami datang pada hari kerja, jam 7 pagi masih tutup. Area parkir masih diportal. Jadinya kami parkir di luar gerbang.

Setelah memastikan parkir dengan aman, kami lanjut jalan ke Coban Tarzan. Jalur yang kami lalui cukup mudah pada 10 menit pertama. Semua aliran sungai bisa diseberangi lewat jembatan. Jalur yang menanjak pun cukup lebar. Meski tangan sambil memegang HP atau benda lain, tetap bisa jalan dengan santai.Dalam perjalanan kami temui air terjun pertama. Coban Jahe III namanya. Aksesnya cukup mudah. Bahkan jalan sambil mengajak balita pun masih relatif mudah. Disini pengunjung bisa mendirikan tenda. Asumsiku, 5 tenda kapasitas 3 orang masih bisa didirikan disini.

Lepas dari Coban Jahe III, jalur jadi lebih nanjak. Meski nanjak 5 menit, nafasku sudah ‘ngos-ngosan’. Disana kami melihat air terjun kedua. Ada meja dan kursi yang diletakkan di aliran air terjun. Cocok sekali untuk foto ala-ala sosialita. Mau piknik / masak di alam pasti lebih asyik disini.

Air Terjun Kedua
Air Terjun Kedua

Kami harus menyeberangi aliran air terjun kedua. Tidak ada jembatan sehingga kaki pasti basah. Ada jalur setapak di bukit sebelah kiri air terjun. Kondisinya samar karena tertutup semak-semak.

Jalur menjadi semakin curam. Lebarnya hanya untuk 1 orang lewat. Hampir tidak ada pegangan kecuali akar dan batang pepohonan. Jalurnya pun seakan hanya sekedar dicangkuli oleh pengelola Coban Tarzan.

Kaki kami yang basah menjadi halangan. Tanah kering masuk ke bagian atas sandal. Tapak kaki selip kemana-mana. Padahal bagian bawah sandal masih ‘nancep’ di tanah.

Solusi paling efektif adalah menggunakan sepatu. Atau sekalian saja tidak menggunakan alas kaki. Sudah kubuktikan sendiri, tanpa alas kaki lebih nyaman daripada menggunakan sandal.

Kami ikat tripod dan sandal di tas punggung. Kedua tangan jadi bebas meraih sesuatu. Kali ini semakin sedikit batang dan akar pohon yang bisa menjadi pegangan. Sementara jurang selalu ada di kiri atau kanan jalur kami.

Langkah menjadi semakin pelan dan hati-hati. Kami harus memilih pijakan dan pegangan. Jika takut ketinggian, tak kusarankan melewati jalur ini. Cukup sampai di air terjun kedua. Jangan mencari masalah!

Bagiku, jalur yang paling menantang hanya sekitar 200 meter. Setelahnya, jalur jadi lebih landai. Terlihat aliran sungai di sisi kanan jalur. Inilah penanda bahwa Coban Tarzan sudah di depan mata.

Coban Tarzan tanpa ROL
Coban Tarzan tanpa ROL

 

Kami sampai di Coban Tarzan sekitar jam 7.30. Pagi itu horizon timur tidak berawan. Matahari bersinar terik mulai sejak terbit. Waktu kami sampai disana, matahari masih ada di balik bukit. Ray of Light (ROL) yang kami tunggu belum muncul.

Kami punya waktu untuk mengatur kamera dan tripod. Kami juga punya waktu untuk membersihkan ranting dan dedaunan yang mengotori aliran sungai. Setelah kondisi sungai cukup ideal, kami mulai pemotretan.

Kami coba berbagai komposisi. Beberapa sudut kami datangi. Tujuannya agar tidak panik saat nanti ROL keluar. Akhirnya kami sudah dapat kisi-kisi mau memotret seperti apa.

 

ROL tipis di Coban Tarzan

Sekitar jam 8.10, matahari muncul dari balik air terjun. Sinarnya tipis menembus dedaunan. Kami mulai motret dengan beberapa komposisi yang sudah dicoba tadi.

Sekitar jam 8.20, cahaya menjadi semakin kuat. Beberapa batu dan aliran air jadi over exposure. Kugunakan filter CPL untuk mengurangi pantulannya.

Beng Wissy (temanku) tidak membawa filter CPL. Kusarankan dia pakai filter GND Soft. Sisi gelap dipasang pada bagian atas. Fotonya jadi punya rentang gelap terang yang lebih dinamis. Yah, tapi sayang bebatuan di kiri dan kanan air terjun pasti ikut gelap.

Sebelum pemotretan, kami sepakat untuk inframe satu per satu. Kami ingin buat foto dengan tema merah putih. Bendera merah putih sudah kubawa dalam tas. Begitu melihat ranting yang lurus, kami pungut dari sungai. Jadilah foto tema merah putih sesuai ekspektasi awal.

Inframe di Coban Tarzan
Inframe di Coban Tarzan

Hari ini ROL tidak terlalu tebal. Air terjun masih bisa terlihat. Selain itu, matahari tidak terlalu terik. Bebatuan jadi tidak memantulkan cahaya terlalu keras.

Sekitar jam 9.30, perut mulai lapar. Kami bertiga sudah dapat foto sesuai ekspektasi. Kami kembali ke Kopi Keceh melewati jalur yang sama. Perjuangan dilanjutkan kembali. Kali ini versi menuruni bukit curam yang minim sekali pengaman.

Lega rasanya begitu melewati jalur paling berbahaya sepanjang 200 meter. Tepat jam 10 kami sampai di Kopi Keceh. Nasi goreng dan kopi hitam menjadi penutup petualangan kami pagi itu.

Mau tau gimana serunya kami melewati jalur berbahaya dan memotret Coban Tarzan? Silakan tonton video ini.

@anomharya Berkunjung ke Coban Tarzan di Tumpang (Malang) #CapCut #malanghits #kopikeceh #cobantarzan #tumpang #fotografertiktok #landscaper #airterjun #cobanjahe #fypdongggggggg ♬ Semangat Kerjanya Kawan – Aldo Zee

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam njepret dan sukses untuk kita semua.