Meski Gunung Bromo dikenal oleh masyarakat sedunia, tidak banyak yang mengenal Jemplang dan keindahannya. Jemplang merupakan daerah perbukitan yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Berawal dari ide liar dan ajakan iseng, berangkatlah kami dalam mendokumentasikan keindahan Jemplang.

Supaya lebih mudah dalam membaca tulisan ini, sudah kubagi ke dalam beberapa bagian.

Berangkat ke Jemplang

Dari arah kota, pegunungan Bromo terlihat kelabu. Biasanya merupakan pertanda kabut dan bahkan hujan sedang turun disana.

Kami nekat saja berangkat meski berpotensi tidak bisa motret. Pukul 16.00 dari Kota Malang, kami sempat mampir beli bekal makan malam di daerah Tumpang. Saat melanjutkan perjalanan, ternyata benar hujan ringan turun. Kami berteduh di daerah Poncokusumo, masih sekitar 20 kilometer sebelum Jemplang.

Berteduh di garasi orang
Berteduh di garasi orang

Kepepet, kami pilih berteduh di garasi rumah warga. Ternyata 10 menit kemudian pemiliknya datang dengan sebuah truk penuh pupuk kandang. Karena tidak enak berlama-lama menggunakan garasinya, kami lanjutkan perjalanan.

Untungnya hujan sudah agak reda. Beberapa kenalan di sekitar Jemplang pun mengkonfirmasi bahwa cuaca cukup cerah disana.

Tiba di Jemplang

Perjalanan dari Kota Malang ke Jemplang biasanya habiskan 60 – 90 menit. Kali ini kami tempuh selama 100 menit.

Kabut dan hujan hanya turun di daerah Poncokusumo hingga sedikit di bawah Desa Ngadas. Langit barat agak merah. Bulan sabit menyala cukup terang di atas kepala kami.

Trekking Malam

Pukul 17.55 kami mulai jalan kaki dari area parkir kendaraan. Medan berupa tanah berpasir dan berbatu dilewati dalam kondisi gelap. Langkahku dimudahkan berkat headlamp. Sedangkan kawanku (Reyin), harus menerima kenyataan bahwa senternya mati setelah dipakai 15 menit.

Tidak banyak halangan yang berarti meski kami berdua berbagi cahaya headlamp. Cahaya bulan yang berskala 19% masih mendukung penerangan alami. Siluet jalanan dan bebatuan masih terlihat terutama di bagian yang langitnya terbuka.

Bangun Tenda

Kami sampai di campsite pukul 18.50. Jaraknya sekitar 3km dari Jemplang. Sebelumnya aku sudah terbiasa melewati jalur ini dengan gowes. Ternyata selisih waktu tempuhnya tidak berbeda jauh. Kalau gowes mungkin hanya 30 menit sampai di lokasi ini.

Bangun tenda harus kami lakukan pertama kali. Sebelumnya kami diskusi agar lokasi tenda nyaman untuk ditiduri tapi tetap indah saat dipotret. Hal yang menantang karena areanya tidak luas dan sekitar 70%-nya tanah miring.

Tenda dan posisi motret
Tenda dan posisi motret

Setelah bangun tenda, makan malam dong. Urusan perut harus diutamakan sebelum lupa karena keasyikan motret.

Sambil menunggu milkyway yang terbit sekitar pukul 19.40, kami sempatkan ngopi. Ngopinya harus di dalam tenda. Api kompor tidak bisa menyala baik karena malam itu anginnya kencang.

Motret Milkyway di Jemplang

Sesekali kuminta Reyin keluar tenda untuk memantau horizon sebelah timur. Setelah 30 menit ngopi, rupanya milkyway menampakkan diri di atas lautan awan di sebelah timur.

Sayangnya bulan sudah terbenam sekitar 1 jam yang lalu. Perbukitan yang biasanya sebagai foreground / midground jadi lebih pekat gelapnya.

Tenda dan milkyway Jemplang
Tenda dan milkyway Jemplang

Seperti yang sudah direncanakan, tenda menjadi foreground pertama kami. Sialnya aku, ternyata lensa 24mm fullframe kurang lebar. Tenda tak bisa mundur, begitupun denganku. Ada jurang vertikal yang membatasi.

Milkyway Jemplang by Reyin
Milkyway Jemplang by Reyin

Selain 24-70mm, hanya ada lensa 70-200mm yang kubawa. Reyin dengan lensa 12mm APS-C tersenyum lebar. Dia menang banyak malam itu. Aku hanya bisa memotret tenda dan milkyway dengan format portrait.

Inframe Milkyway Jemplang
Inframe Milkyway Jemplang

Bosan dengan foreground tenda, kami harus kreatif memanfaatkan momen. Reyin yang menemukan ide komposisi inframe. Dengan unsur manusia, foto milkyway-ku lebih hidup. Meski tetap saja menggunakan lensa 24mm yang kurang lebar itu. Hehe

Tidur di Tenda

Kami akhiri hunting milkyway sekitar pukul 22.10. Selama 1 jam motret, cukup banyak frame yang memuaskan. Aku saja sudah puas, apalagi Reyin. Dia menang banyak!!

Kami tidur di dalam sebuah tenda berkapasitas max 2 orang. Tenda ini ringan dan instalasinya mudah. Bukan hanya nyaman untuk tidur, melainkan ketika difoto juga terlihat keren. Kalau penasaran, nih link-nya buat beli Tenda Milky Way atau Tenda Cantigi

Tidurku malam itu cukup nyenyak berkat 2 hal penting di dalam tenda : matras aluminium dan sleeping bag. Kalau penasaran dengan semua perlengkapan camping yang bagus dan murah, beli aja lewat Shopee atau Tokopedia.

Subuh

Sekitar jam 5 pagi, Reyin bangun dan keluar tenda. “Cetarrrrr”, begitulah teriakannya yang membuatku bangun dan terburu-buru keluar tenda. Sesekali ada awan rendah yang menutup perbukitan Widodaren dan Gunung Batok.

Motor bisa masuk
Motor bisa masuk

Dari kejauhan kulihat ada sebuah motor ke arah kami. Setelah mendekat, baru bisa kukenali. Om Angga berangkat jam 3 pagi dari Kota Malang dan sampai di Jemplang sekitar jam 4 pagi. Perjalanannya menembus jalan setapak dilanjutkan menjelang jam 5 selama 30 menit. Ternyata motor matic juga bisa digunakan disini.

Sunrise di Jemplang

Tebing tempat kami berkemah menghadap ke timur. Tidak perlu jalan jauh, dari sebelah tenda pun bisa motret matahari terbit. Awan rendah yang menutup lautan pasir berhasil ditembus cahaya keemasan. Kami seperti memotret lampu sorot raksasa dari balik Gunung Batok. Terjadi sekitar 5 menit membuat kami bisa pindah ke beberapa tempat dan mencoba beberapa komposisi dalam mengabadikannya.

Ray of light Gunung Batok
Ray of light Gunung Batok

Reyin mengajak turun ke tebing di belakang tenda. Jalurnya sudah terbentuk, seperti sering dilewati meski cukup rapat ditutup semak-semak. Setelah sampai di bawah, pemandangan makin bebas. Kami jadi bisa memotret tebing di kejauhan dan Gunung Batok sebagai point of interest.

Motret di tebing
Motret di tebing

Agar tak kehilangan momen, aku segera naik dan ganti lensa. Dari samping tenda, kuarahkan lensa 70-200mm ke perbukitan di sebelah timur. Backlight membuat kontur perbukitan menjadi lebih terlihat. Garis gelap terangnya menambah suasana dramatis. Ah, aku jadi teringat dengan foto-foto perbukitan di Sumba meski belum pernah menjejakkan kaki disana.

Keindahan Jemplang Bromo Keindahan Jemplang Bromo

Dari sebelah tenda, sudut pemotretanku sekitar 270 derajat. Ke arah manapun mata memandang selalu ada komposisi yang menarik. Disinilah peran lensa tele yang menambah beban tasku. Kalau tak ada lensa tele, mungkin aku sudah mati kutu menunggu Reyin dan om Angga balik ke tenda.

Pulang dari Jemplang

Ngopi bersama menjadi agenda penutup. Setelah tenda dibongkar, kami kembali menuju parkiran di Jemplang. Kuhabiskan waktu 1 jam di jalan setapak sambil merekamnya. Silakan ditonton..

@anomharya Pulang dari hunting milkyway di Jemplang (Bromo) #CapCut #trekking #gunung #bromotenggersemeru #pemandanganalam #malanghits ♬ suara asli – DN Cinematic – 𝐃𝐞𝐧𝐦𝐚𝐬

Ingin pergi kesini dan butuh bantuan soal persiapan? Komen aja. Atau hubungi kontak saya yang ada di bawah. Semoga bisa kami bantu..

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam njepret dan sukses untuk kita semua