Di Indonesia, khususnya di desa banyak momen unik yang hanya terjadi saat Ramadhan. Kebersamaan di lingkungan rumah dan keluarga lebih banyak tercipta saat Ramadhan. Momen inilah yang menjadi inspirasi ide pemotretan berkonsep Ramadhan.
Pemotretan ini harus dilaksanakan bulan Februari karena tepat 1 bulan sebelum Ramadhan 2023. Setelah flyer acara disebar, tidak disangka peminatnya begitu tinggi. Pemotretan sampai harus dibuat 2 sesi yang dipisah tanggal pada 12 dan 18 Februari. Setiap sesi diisi oleh maksimal 25 orang fotografer.
Konsep pemotretan dibagi menjadi 5 adegan:
Setiap adegan diabadikan di lokasi yang berbeda. Lokasi dan properti dipilih sesuai dengan adegannya.
Patrol dan Takbiran
Patrol dan takbiran menjadi adegan utama dalam pemotretan ini. Lokasinya berada di pintu masuk. Agar tidak mengganggu pengunjung lain, adegan patrol dan takbiran harus dieksekusi paling awal.
Kami mulai pemotretan tepat pukul 06.30 WIB. Sebenarnya mau dimulai jam 5 pun bisa. Masalahnya, talent dan peserta pasti akan banyak yang terlambat jika sesi pertama dibuka sepagi itu.
Jika dimulai jam 5 pagi, ambience lokasi masih terlihat seperti senja. Sangat cocok untuk adegan takbiran yang biasa dimulai menjelang senja sampai tengah malam. Untuk adegan patrol sahur pun masih oke. Suasana di hutan bambu cukup gelap seperti masih dini hari.
Karena langit pada 12 Februari 2023 cukup berawan, jam 6.30 masih cukup gelap. Suasananya terlihat seperti jam 5 sore.
Nah, berbeda dengan kondisi langit pada 18 Februari. Matahari tertutup awan tipis sehingga cahaya tampak terang. Berbeda dengan konsep patrol dan takbiran yang biasanya dilaksanakan saat langit gelap.
Sisi baiknya, kami dapat bonus Ray of Light. Dengan bantuan fogger, garis-garis cahaya yang menembus bambu raksasa jadi makin jelas. Bisa lah buat motret 1 adegan bonus yang bercerita bapak-bapak sedang menyiapkan gerobak untuk takbiran.
Membuat ketupat
Idul Fitri adalah hari raya yang mengakhiri bulan Ramadhan. Di desa-desa di Jawa, masih ada hari raya ketupat yang dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri. Sudah jadi tradisi untuk membuat ketupat pada hari raya ketupat.
Pemotretan kedua diisi dengan adegan memasak ketupat. Adegan ini bercerita tentang kakek nenek dan kedua cucunya yang bekerja sama memasak ketupat. Kedua cucu mengatur pengapian, nenek mengangkat ketupat dari panci, sedangkan kakek menerangi ketupat yang diangkat oleh nenek.
Adegan lain bercerita tentang kakek nenek mengajari cucunya membuat ketupat. Momen seperti ini identik dengan suasana hangat. Cahaya petromak mendramatisir kehangatan kumpul bersama keluarga.
Buka Puasa Bersama
Adegan buka puasa tidak dapat dieksekusi pada 12 Februari. Waktu yang dihabiskan untuk motret adegan ketupat jauh lebih lama dibandingkan dengan sesi kedua pada 18 Februari. Adegan buka puasa bercerita tentang kehangatan keluarga yang berkumpul untuk menyantap menu buka puasa.
Mengambil seting waktu tahun 90’an, belum banyak penerangan listrik di desa. Petromak banyak digunakan untuk beraktivitas saat di dalam ruangan. Petromak yang diletakkan di meja membuat adegan jadi lebih hidup. Hangatnya suasana kumpul dan makan bersama terpancar dari cahaya petromak yang berwarna keemasan.
Waktu menunjukkan jam 8 pagi dan sepertinya anak-anak kelaparan. Saat kutawari makan, mereka kira hanya bercanda. Karena semua makanan sudah ditaruh di atas meja, mereka pun makan dengan lahap. Momen otentik seperti ini tidak boleh dilewatkan untuk kuabadikan.
Mengaji Alqur’an
Pemotretan keempat pindah ke lokasi yang berada di gazebo kayu. Pemotretan dimulai sekitar jam 8.30 WIB. Adegan ini bercerita tentang anak-anak yang belajar mengaji. Pak Kasan yang sebelumnya berperan sebagai kakek, kali ini diubah perannya menjadi guru mengaji.
Tantangan dalam adegan ini adalah soal pencahayaan. Hari semakin siang dan cahaya semakin keras. Latar belakang kebun dan semak-semak terlihat ‘vibrant‘ sekali. Melalui proses editing, kuubah kondisi cahaya. Mengaji yang biasanya dilaksanakan saat sore hingga maghrib jadi lebih pas dengan setingan ‘ambience‘ redup. Lagi-lagi petromak menjadi penyelamat karena wajah talent terlihat kuning alami berkat cahayanya.
Main Petasan / Mercon Bumbung
Tidak jauh dari gazebo kayu, kami eksekusi pemotretan kelima. Adegan ini bercerita tentang anak-anak sedang bermain mercon bumbung. Kami asumsikan mereka sedang bolos mengaji. Orang tua datang dan memarahi anaknya yang bolos mengaji.
Mercon bumbung mungkin bukanlah mainan favorit lagi bagi anak-anak sekarang. Melalui adegan ini kami bercerita bahwa mercon bumbung pernah jadi primadona permainan anak-anak sebelum tahun 2000-an.
Sekilas Tentang Acara
Sepertinya keragaman jenis lensa membuat suasana pemotretan cenderung kompetitif. Peserta dengan lensa kit dan ultrawide mendominasi. Peserta yang hanya membawa lensa tele harus banyak mengalah. Terlihat tidak sedikit yang memilih duduk menikmati ketenangan lokasi pemotretan.
Sesi pertama pada 12 Februari 2023 begitu penuh sesak. Tepat 25 fotografer mendaftar sebagai peserta. Ada yang datang dari Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, dan pastinya didominasi fotografer Malang. Mereka datang dari berbagai komunitas dengan jenis kamera dan lensa yang beragam.
Suasana pada sesi 18 Februari berbeda dengan yang sesi 12 Februari. Hanya 10 fotografer yang mendaftar. Itupun hanya ada 7 orang yang hadir. Suasana pemotretan jadi lengang dan lebih toleran antar sesama peserta.
Entah dihadiri oleh 10 atau 25 orang fotografer, sebenarnya acara motret bareng bisa fun kalau semua fotografer toleran. Saya pernah menulis opini tentang etika hunting foto bareng yang muncul dari keresahan pribadi. Semoga bisa menjadi panduan ketika sedang motret bareng.
Adakah yang penasaran dengan lokasi pemotretan ini? Segera kutulis ulasan lengkap tentang tempatnya ya..
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam njepret dan sukses untuk kita semua.
Menyukai bersepeda dan jalan-jalan sambil motret. Kalau ingin dipandu berwisata, bersepeda, atau difotoin di sekitar Bromo dan Malang, kontak via WA aja ke +62852-8877-6565
Leave a Reply