Eksotisme Waduk Selorejo sudah dikenal sejak lama. Wilayah yang cukup luas membuatnya bisa menjadi destinasi memotret sunrise maupun sunset.
Supaya lebih mudah dalam membaca tulisan ini, sudah kubagi ke dalam beberapa bagian.
- Sunrise Waduk Selorejo
- Pagi di Waduk Selorejo
- Jembatan Gantung Waduk Selorejo
- Nelayan di Waduk Selorejo
Adanya perahu yang bersandar membuat foto waduk menjadi lebih dinamis. Kalau beruntung, juga bisa abadikan nelayan saat melempar jaring.
Hal itulah yang membuatku berpikiran untuk memotret keindahan Waduk Selorejo. Dari Kota Malang, aku harus berangkat jam 3 pagi. Normalnya butuh waktu sekitar 1 jam dengan sepeda motor. Karena ngebut dan jalan sepi, kucapai Waduk Selorejo dalam 45 menit. Berhenti sebentar untuk sholat subuh, kami lanjutkan perjalanan sekitar jam 4.30 menuju waduk.
Aku dan 8 temanku parkir di di tepi waduk. Kami memilih lokasi paling barat agar mendapat banyak pilihan angle saat mengabadikan sunrise.
Sekedar info, lokasi ini hanya bisa diakses motor. Portal milik Perum Jasa Tirta hanya menyisakan akses untuk kendaraan roda dua. Kalau mobil mau masuk harus dapatkan ijin. Kalaupun mau parkir mobil sebelum portal dan jalan kaki, tidak masalah.
Posisi jalanan lebih tinggi dibanding tepi waduk. Kami harus turun melewati bebatuan besar. Karena jam 5 pagi masih gelap, headlamp sangat membantuku dalam memilih jalur.
Sunrise Waduk Selorejo
Kami lanjut menyusuri tepi waduk yang dipenuhi sampah. Sepertinya jalur ini sering dilewati pemancing. Masih ada jalur setapak yang bisa kulihat meski di tepinya sudah dipenuhi semak-semak setinggi betisku.
Sesekali aku turun ke tepi waduk untuk memastikan adanya perahu. Dalam kondisi gelap, jarak pandangku hanya maksimal 100 meter. Tak terasa, kami jalan sejauh 1,5 kilometer untuk menemukan perahu yang bersandar di tepi waduk.
Untung kami datang jam 5 pagi. Jalan kaki sejauh 1,5 kilometer butuh waktu sekitar 30 menit. Di lokasi ini ada sekitar 7 perahu yang bersandar.
Langit kelabu sedikit menyisakan ruang pada warna jingga. Waktu yang tepat untuk memotret matahari terbit. Dalam momen ini kupilih lensa SONY FE 20mm f1.8 G Lens agar dapat mengabadikan perahu dan langit yang berwarna.
Perbedaan kecerahan pada langit dan daratan membuatku harus memakai filter GND. Kali ini kupilih HNY GND Reverse 0.9 agar warna jingga yang samar-samar di langit lebih muncul.
Pagi di Waduk Selorejo
Sekitar jam 6 pagi nelayan mulai datang. Parkir motornya di sebelah perahu. Asem! Ternyata motor bisa parkir disini. Sedangkan kami perlu jalan 30 menit. Artinya, next time kami bisa bawa motor kesini dan mendapat jatah motret lebih lama.
Ada perahu yang menggunakan mesin, ada juga yang menggunakan dayung. Menurutku nelayan yang mendayung perahu lebih estetik ketika dipotret. Sayang, posisi mereka yang membelakangi kamera membuatku tidak menarik memotretnya.
Nelayan di Waduk Selorejo menangkap ikan dengan 2 cara, memasang perangkap dan menjaring. Lagi-lagi, aku tidak berhasil memotret nelayan yang sedang menangkap ikan. Posisi mereka terlalu jauh ke tengah waduk. Lensa tele-ku tidak sanggup mengabadikan detail kegiatan mereka.
Karena kehabisan bahan, kami sepakat kembali ke lokasi parkir motor. Dalam perjalanan ternyata ada 1 spot yang menarik. Dua pohon tinggi dengan ranting menjuntai cocok dijadikan sebagai bingkai. Kutunggu nelayan sampai masuk ke dalam frame. Sayangnya karena nelayan terlihat terlalu kecil, komposisi ini jadi kurang menarik.
Kulihat seorang kawan (Fahmi) sedang berkemas. Kuminta dia mengambil kameranya lagi dari tas. Kuarahkan ke titik di tengah frame. Ternyata ideku membuat spot ini jadi lebih menarik.
Sempat tercetus ide memotret aktivitas nelayan yang sedang merapikan jalanya disini. Ya, kita lihat saja nanti. Semoga bisa segera dieksekusi.
Jembatan Gantung Waduk Selorejo
Kami lanjutkan jalan kaki ke lokasi parkir motor. Jembatan gantung sepanjang 100 meter jadi akses terdekat. Mataku tertuju pada sepasang muda-mudi yang berada di seberang. Tampaknya mereka sedang menikmati sunrise dan hangatnya mentari pagi.
Di momen inilah mulai kulibatkan lensa Sony FE 70-200mm GM. Kupilih lensa tele karena hampir tidak ada sesuatu yang menarik di jalur setapak yang kulewati. Lebih banyak point of interest yang berada di tepian hingga ke tengah waduk.
Nelayan di Waduk Selorejo
Dari kejauhan kulihat ada seorang nelayan yang menebar jaring. Aksinya menarik perhatian karena tidak jauh dari tepi waduk. Kupercepat langkahku dengan harapan agar ia tidak semakin ke tengah waduk.
Kami semua merunduk di tepi waduk dan mengabadikan aksinya. Ternyata ia menyadari sedang difoto. Kami pun ditawari untuk memotretnya dengan imbalan. Gayung bersambut, kuambil saja kesempatan itu.
Ada 1 hal yang paling kusayangkan, timing. Ya, kami kesiangan saat bertemu nelayan bernama Pak Bintoro. Kalau lebih pagi, pasti momennya lebih dramatis. Pantulan air waduk sekitar jam 7.30 terlalu kuat. Membuat detail jaring kurang terlihat.
Posisi matahari yang cukup tinggi memaksa kami pulang. Syukurlah tidak ada motor yang hilang / lecet meski diparkir di tepi jalan.
Dari beberapa foto di atas, mana yang paling kalian suka? Tulis di form komentar yaaa..
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya,
Salam njepret dan sukses untuk kita semua.
Menyukai bersepeda dan jalan-jalan sambil motret. Kalau ingin dipandu berwisata, bersepeda, atau difotoin di sekitar Bromo dan Malang, kontak via WA aja ke +62852-8877-6565
Leave a Reply